Penyusup dan Gengis Khan


Akhirnya.....(nyandar di dinding)
Heh….(tangan megang jidat)
Uffff….(mulut ngembusin napas)
Pret !....ups sori ! (tebak ndiri itu bunyi apa)

Seperti menelan pil pahit akhirnya aku dan teman-teman memilih untuk kembali kekehidupan normal sebelumnya dan balik menjadi manusia seutuhnya alias nyadar dengan jati diri. Kami ternyata bukan gerombolan seperti gerombolan Gengis Khan ! kami hanyalah pecinta Afgan ! itu kata Bob.

Ada apa sih ? apa hubungannya dengan Gengis Khan ?

Pasti itu yang ada dalam benak kalian, bener kan ?.

Begini bro en gel.
Dulu, aku dan teman-teman mencoba berani merobah cara pandang tentang ‘Politik’. Prinsipnya berpolitik harus seperti ketika memulainya dari kede kopi, tempat dimana seseorang bisa memimpikan apasaja dengan menjadi siapasaja yang dia mau tapi tetap dalam koridor persahabatan dan pertemanan. Kawan adalah kawan, teman adalah teman, mereka bukan musuh bukan pula pesaing yang mesti dijatuhkan dengan cara apapun jua. Dan berpolitik haruslah jujur untuk kepentingan yang lebih besar bukan hanya ajang memanipulasi, menfitnah untuk sebuah kekuasaan atau kepentingan pribadi semata.

Aku menceritakan kisah Gengis Khan pada mereka.
Keadaan suku-suku di tempat lahir Gengis Khan yang terpecah belah dan motivasi beliau yang ingin melihat ‘Ada apa dibalik kebesaran tembok Cina’ mendorong beliau dan teman-temannya menjadi tim dalam jumlah kecil yang terlatih dan efektip. Tim ini terdiri dari belasan orang dengan visi dan misi yang sama, membangun negeri yang bersatu, makmur, berjaya tanpa basa basi yang gak perlu. Apalagi, hanya untuk kepentingan pribadi semata.

Akhirnya, tim kecil ini berubah menjadi pasukan kecil dan akhirnya menyatukan seluruh negeri untuk menaklukkan 2/3 bumi !.

Dengan pede motivasi itu kami jadiin prinsip buat bergerak. Gak ada yang namanya kucuran dana, gak ada yang namanya bantuan’pusat’. Semuanya satu hati menebar ‘passion’ untuk berpolitik yang baik dan bermanfaat.

Bergerak dengan sigap dan efektif. Waktu banyak tersita. Istri udah mulai ngomel di rumah. Pacar udah lama gak di apelin. Janji pernikahan di undur, malah ada yang batal.Bahkan perjalanan dinas keluar kota yang mestinya seminggu di cut menjadi satu hari aja karena kebetulan ada jadwal rapat kordinasi mendadak !. The Amazing Passion. Organisasi berdiri tegak dan punya marwah.

Tapi, kami melupakan satu hal. Dan itu berakibat fatal.

Ternyata, kalo Gengis Khan melihat ‘tembok’ penghalangnya ada dalam wujud nyata untuk kami tembok terbesar itu ada dalam fikiran seseorang. Dimana ‘kekuasaan’ seperti sesuatu yang sangat sacral. Perkumpulan kami mulai terpecah manakala bagi sebagian kecil dari kami melihat jalan menuju kekuasaan terbentang didepan mata. Kepentingan pribadi mulai bermain. Fitnah dan politik pecah belah merajalela. Puncaknya, beberapa dari kami disebut ‘PENYUSUP’.

Seperti pepatah ‘Jangan Tinggalkan Teman Yang Terluka Di Medan Pertempuran’ itu berlaku pula bagi aku dan teman-teman lain.

Dengan kondisi seperti itu, aku dan teman-teman yang masih dalam tujuan yangsama memutuskan untuk ‘istirahat’ dahulu.

0 Responses to “Penyusup dan Gengis Khan”

Posting Komentar

Sign up for PayPal and start accepting credit card payments instantly.
All Rights Reserved blog arsitek | Blogger Template by Bloggermint